Orang Cina di Pakualaman masa Paku Alam VI memiliki hubungan yang unik
dengan penduduk pribumi. Keduanya sering terlibat transaksi yang saling
menguntungkan, namun tak jarang berujung pada sengketa. Beragam sengketa dibawa
ke Asisten Residen Yogyakarta yang kemudian diselesaikan di Pakualaman, di
bawah kearifan Adipati Ario Paku Alam VI. Ada dua hal menarik dari hubungan
Cina-Pribumi ini; sengketa di antara mereka, dan peran yang dilakonkan Asisten
Residen vis a vis dengan Paku Alam VI.
Sengketa antara orang Cina dan pribumi di Pakualaman menimbulkan dua sistem
hubungan birokrasi. Orang Cina yang secara strata diakui lebih tinggi dari
pribumi dalam sistem kolonial mendapat posisi yang lebih kuat. Mereka dengan
mudah membuat surat pengaduan akan perselisihan mereka dengan orang pribumi
kepada asisten residen Yogyakarta. Asisten residen pulalah yang kemudian
“menekan” Adipati Aria Paku Alam VI mempertemukan dua orang bersengketa itu dan
menyelesaikan persoalannya. Setelah persoalan itu selesai, tidak serta merta
mesti dilaporkan sang adipati kepada asisten residen. Sering malah asisten
residen mesti mengirim surat lagi untuk menanyakan hasil dari sengketa
tersebut.
Hubungan orang Cina-asisten residen dan Paku Alam VI-pribumi menggariskan
hubungan yang satu bersifat equal, dan lainnya hirarkis, serta pada asisten
residen-Paku Alaman VI tampak relasi konflik.
Relasi-relasi itu telah memunculkan satu sistem hubungan yang menautkan
status-status kolonial dan tradisional. Ada
tiga bentuk relasi dari sistem tersebut. Pertama, relasi yang tampak. Dalam
sistem kolonial di Yogyakarta status-status elite tradisional tidak saja
dipertahankan, sekaligus menjadi “perantara” dengan rakyat bawah. Hal ini
tergambar dari adanya relasi yang tampak jelas dari keberadaan pribumi sebagai
kawulo Pakualaman, dan Adipati Paku Alam VI sendiri sebagai bagian dari sistem
kolonial, sementara orang Cina merupakan kelompok masyarakat yang berada
diantara dua kutup elite (kolonial dan feodal) yang memiliki hubungan “erat”
dengan pihak pribumi, tetapi dengan bergantung dengan pejabat Belanda, tidak
feodal. Kondisi ini menempatkan Cina sejajar dengan elite pribumi seperti Paku
Alam VI, meski yang terakhir adalah seorang raja.
Kedua, karena posisi yang timpang dan aneh ini, lazim kemudian muncul
relasi-relasi konflik terbuka dan terselubung diantara unsur-unsur sistem
relasi tersebut. Konflik terbuka tampak dari hubungan Cina-Pribumi. Salah satu
penyebab konflik adalah masalah perdagangan dan pinjam meminjam diantara
keduanya. Surat-surat resmi dari asisten residen kepada Paku Alam VI menunjukan
keberpihakan pejabat Belanda ini terhadap masalah “sepele” yang dilaporkan
orang Cina. Bagi orang Cina Paku Alam VI sendiri sebagai raja tidak dianggap
dapat mewakili kepentingan mereka. Sementara lewat surat-surat asisten residen
yang terus menerus menanyakan hasil suratnya atas laporan orang Cina itu
menunjukan keengganan relasi hirarkis dari Paku Alam VI.
0 comments:
Post a Comment